Sumber : Kemdikbud RI
Sapek, adalah sejenis alat musik tradisional yang berasal dari Kalimantan Timur. Alat musik ini berfungsi sebagai alat upacara dan juga alat kesenian. Alat musik sapek merupakan salah satu jenis alat musik petik yang sangat terkenal pada masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Timur. Pada awalnya sapek mempunyai dua dawai seperti sapek habae yang pernah ada di daerah hulu sungai Mahakam atau sambe dalam tradisi Suku Kenyah di Apokayan. Kemudian berkembang menjadi tiga dawai, bahkan belakangan ini justru ada yang menggunakan empat sampai lima dawai. Sapek biasanya dimainkan oleh seorang pria, sehingga jarang kita temukan pemain sapek wanita sampai saat ini. Bahkan menurut sebagian masyakarat beranggapan bahwa wanita yang memainkan sapek akan dikutuk dewa sehingga payudaranya akan memanjang atau akan menjadi lelaki. Hal tersebut juga terjadi pada beberapa Suku Dayak di daerah Serawak Malaysia, yang menyatakan bahwa seorang lelaki memiliki dua harta yang sangat berharga yaitu sapek dan penis. Hal ini kiranya memberikan gambaran bahwa alat musik Sapek hanya dimiliki oleh kaum lelaki. Para kaum wanita hanya boleh memainkan alat musik Sapek Leto. Di daerah lain seperti daerah Mentarang dan Apokayan menyebut sapek leto dengan nama lutung atau betung. Alat musik leto merupakan jenis alat musik petik tiga dawai yang terbuat dari tabung bamboo. Alat musik tersebut juga dikenal di daerah lain, seperti di Jawa dinamakan gumbeng. Namun demikian, sekarang ini jenis alat musik tersebut sudah jarang dijumpai lagi, baik di daerah Kalimantan maupun di Jawa.
Bahan pembuatannya terbuat dari kayu aro atau adau (cephalomappa), kayu marong dan kayu pelantan yang banyak ditemukan di daerah-daerah hutan di Kalimantan. Namun belakangan ini banyak jenis kayu lain yang dipakai untuk membuat sapek, seperti kayu nangka, sana keeling, pule dan lain sebagainya. Bahan kayu tersebut dipergunakan karena telah teruji kualitas keawetan, lebih ringan, tidak mudah patah dan memiliki kualitas akustik yang baik.
Cara pembuatan sapek sesungguhnya cukup rumit. Kayu yang digunakan juga harus dipilih. Selain kayu aro atau adau atau jenis kayu lempung lainnya, juga bisa kayu keras seperti nangka, belian dan kayu keras lainnya. Semakin keras dan banyak urat daging kayunya, maka suara yang dihasilkannya lebih bagus. Bagian permukaannya diratakan, sementara bagian belakang di lobang secara memanjang, namun tidak tembus kepermukaan. Untuk mencari suara yang bagus maka tingkat tebal tipisnya tepi dan permukannya harus sama, agar suara bisa bergetar merata, sehingga menghasilkan suara yang cukup lama dan nyaring ketika dipetik.
Ukuran sapek sangat bervariatif, dari ukuran panjang 120-150 cm, lebar ujung bawah 20-28 cm, dan ketebalan 10-15 cm. Nama-nama bagian sapek, yaitu: Oso/Usa Sape, Ole’, Ovo, Enten Sapek, Batek Sapek, Teyang Sapek, Bepen Sapek, Kep Abe’k.
Sumber data : Haryanto, 2015. “Musik Suku Dayak. Sebuah Catatan Perjalanan di Pedalaman Kalimantan”. Yogyakarta: Badan Penerbit ISI
Disarikan oleh Neni Puji Nur Rahmawati (Peneliti budaya BPNB Kalbar)
Penanggung jawab Ruang Musik SMP Fastabiqul Khairat : Bapak Kus Elmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar