Penerjemah

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Cari Postingan

Minggu, 04 Februari 2018

Mengenal Honai: Rumah Adat Papua

Honai, rumah adat Papua, memiliki keunikan dari sisi bentuk dan arsitekturnya. Simak selengkapnya di artikel ini.

Rumah Adat Papua Honai

RumahCom – Di bagian timur Indonesia, beberapa suku masih mempertahankan tradisi dengan erat, salah satunya adalah suku Dani di Papua, yang tinggal di rumah adat khasnya, yang bernama Honai.  Arsitektur Honai begitu khas dengan atap yang terbuat dari jerami atau ilalang.

Dilansir dari Liputan6, Honai laki-laki dan perempuan ternyata terpisah. Meskipun pasangan suami istri, keduanya tidak tidur dalam satu Honai yang sama. Artinya, suami dan anak laki-laki tidur di Honai laki-laki, sedangkan istri dan anak perempuan tidur di Honai perempuan.

Keunikan rumah adat Papua Honai sudah terlihat dari bentuk rumahnya yang menyerupai jamur. Ditambah lagi materialnya yang terbuat dari kayu dan beratap jerami. Namun yang paling membuat penasaran adalah arsitekturnya. Meskipun tampak kecil dan sederhana, Honai mampu menampung banyak anggota keluarga.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai rumah yang tidak memiliki jendela ini, artikel ini akan membahas: 

  1. Keunikan Honai, Rumah Adat Papua
    1. Bentuk rumah yang mungil
    2. Multifungsi
    3. Larangan
  2. Filosofi Honai
    1. Nilai menjaga kesatuan dan persatuan
    2. Sehati, satu pikiran, dan satu tujuan
    3. Simbol kepribadian dan harga diri

1. Keunikan Honai, Rumah Adat Papua

Caption: Honai mampu menampung banyak anggota keluarga. (Foto: Indonesia.go.id)

Honai mampu menampung banyak anggota keluarga. (Foto: Indonesia.go.id)

Berikut ini keunikan Honai, rumah adat yang bisa menampung banyak anggota keluarga.

1. Bentuk rumah yang mungil

Tidak seperti rumah pada umumnya yang terdiri dari ruang tamu, kamar tidur, dan dapur, Honai yang berukuran kecil tidak memiliki pembagian ruangan. Hanya ada satu perapian di bagian tengah ruangan, yang digunakan sebagai tempat berkumpul dan untuk menghangatkan diri.

Honai dibagi menjadi dua tingkat, dengan tangga kayu sebagai penghubungnya. Lantai pertama digunakan sebagai tempat berkumpul dan menjamu tamu, sedangkan lantai atas digunakan untuk tidur.

Honai memiliki satu pintu masuk berukuran kecil, sehingga untuk memasukinya Anda harus membungkukkan badan. Di dalam rumah ini, Anda juga tidak bisa berdiri tegak, karena ada atap dari kayu yang jaraknya hanya 1 meter dari lantai. Honai juga tidak memiliki jendela, yang tujuannya untuk menghalau dingin dan serangan binatang buas.  

2. Rumah Honai memiliki multifungsi

Rumah Honai tidak hanya dijadikan tempat tinggal, tapi juga memiliki fungsi lain. Di rumah Honai khusus lelaki, biasanya dijadikan tempat berkumpul para warga untuk berdiskusi. Honai juga digunakan sebagai kandang babi, tempat menyimpan umbi-umbian hasil panen, serta pengasapan mumi. Rumah Honai yang digunakan untuk pengasapan mumi bisa ditemukan di Desa Kerulu dan Desa Aikima, tempat dua mumi paling terkenal di Lembah Baliem.

3. Larangan terkait Honai

Honai merupakan sebutan untuk rumah adat yang ditempati oleh laki-laki. Sementara itu, rumah untuk perempuan memiliki sebutan yang berbeda, yaitu, Ebe’ai. Keduanya sama-sama mampu menampung lima hingga sepuluh orang. Honai ternyata terlarang untuk dimasuki oleh perempuan suku Dani, meskipun perempuan tersebut merupakan istri dari salah satu laki-laki penghuni Honai.

Jadi penasaran, bagaimana jika pasangan suami istri mau berhubungan suami istri? Ternyata, mereka hanya diperbolehkan melakukannya di Ebe’ai ketika tak ada siapapun di dalamnya. Selain sebagai tempat tinggal bagi perempuan, Ebe’ai juga diperuntukkan sebagai tempat mendidik anak-anak perempuan.

Meskipun rumah honai terlihat mungil, ternyata kapasitasnya mampu menampung 5 – 10 orang. Tertarik punya rumah yang mungil, namun mampu menampung seluruh anggota keluarga? Cek aneka pilihan rumah mungil dengan 3 kamar tidur mulai harga Rp500 jutaan di sini!

2. Filosofi Honai

Caption: Rumah Honai merupakan simbol dari kepribadian dan merupakan martabat dan harga diri. (Foto: indonesiakaya.com)

Rumah Honai merupakan simbol dari kepribadian dan merupakan martabat dan harga diri. (Foto: indonesiakaya.com)

Walaupun terlihat mungil, rumah adat ini kaya akan filosofi kehidupan berikut ini.

1. Nilai menjaga kesatuan dan persatuan

Honai memiliki nilai menjaga kesatuan dan persatuan sesama suku, serta mempertahankan budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur untuk selamanya. Contoh kesatuan dan persatuan dalam Honai adalah rumah adat ini hanya boleh dibangun oleh laki-laki secara bergotong royong.

Di sisi lain, waktu pembangunan pun ditentukan secara spesifik dan harus diikuti, agar pembangunannya tidak terhambat oleh cuaca ataupun ancaman bencana alam. Selain itu, ada aturan yang harus dipatuhi dalam pembangunan Honai. Salah satunya adalah penempatan pintu rumah, yang posisinya harus bertemu dengan arah matahari terbit atau tenggelam. Arah tersebut dinilai dapat membuat penghuni Honai lebih siaga jika terjadi kebakaran atau serangan musuh datang.

2. Sehati, satu pikiran, dan satu tujuan

Dengan tinggal di dalam satu Honai, semua orang akan sehati, satu pikiran, dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Honai dan Ebe'ai juga merupakan sarana pendidikan. Di dalam Honai, anak laki-laki dilatih agar menjadi orang yang kuat saat dewasa nanti sehingga ia kelak dapat melindungi sukunya. Sedangkan di Ebe'ai, para perempuan dewasa akan bersama-sama melakukan proses pendidikan bagi anak perempuan yang beranjak dewasa. Remaja perempuan juga diajarkan hal-hal yang akan dihadapi ketika ia menikah.

3. Simbol kepribadian dan harga diri

Dilansir dari Portal Informasi Indonesia, Rumah Honai merupakan simbol kepribadian dan harga diri  penduduk suku Dani yang harus dijaga oleh keturunan atau anak cucu mereka di kemudian hari. Di tengah modernitas, arsitektur tradisional Honai masih tetap dipertahankan. Material yang digunakan untuk membuat Honai 100% berasal dari bahan alami yang dapat diperbaharui, mulai dari rangka kayu, dinding anyaman, hingga atap jerami merupakan bahan yang ramah lingkungan. Hal ini menjadi contoh bagi arsitektur generasi sekarang bahwa jauh sebelum dikenalnya ilmu arsitektur hijau, nenek moyang kita di Indonesia sudah menerapkannya.

Bentuk rumah dengan atap menutup hingga ke bawah juga bertujuan untuk melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak terkena air hujan, sekaligus meredam hawa dingin agar tidak masuk ke dalam rumah. Alasan ketiadaan jendela di rumah Honai juga karena suhu di area setempat bisa mencapai 10 – 15 derajat Celcius pada waktu malam.


Sumber : Rumah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar