Penerjemah

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Cari Postingan

Kamis, 31 Desember 2020

Tambahan Koleksi Buku dari Yayasan Darussalam Samarinda

Alhamdulillah, hari ini perpustakaan SMP Fastabiqul Khairat Mendapat tambahan Koleksi Buku Sebanyak 9 eksemplar dengan 3 judul buku diantaranya :

1. Nasihat Spiritual Mengokohkan akidah, menggairahkan ibadah

2. Risalah Ikhlas dan Ukhuwah

3. Tuntunan Generasi Muda


Semoga buku ini  mendatangkan manfaat bagi para pembacanya. Salam Harmoni.

Rabu, 30 Desember 2020

Alat Musik Pianika/Melodika

Sumber :  Bobo Grid.id


Pianika salah satu alat musik unik yang mudah kita temui bentuknya mirip piano atau keyboard tetapi cara membunyikannya harus ditiup.

Sejak tahun 1950 keberadaan pianika baru diakui, walaupun perkembangan sebenarnya sudah dimulai sebelumnya alat musik ini diciptakan pertama kali oleh opener selanjutnya pianika digunakan oleh seorang komposer musik bernama Steven untuk pertunjukan Musiknya yang berjudul "Melodica" hingga pada akhirnya pianika pun dikenal dengan nama melodika. 

Pianika berkembang dengan pesat hingga masuk ke berbagai konser musik bahkan saat ini pianika pun dipelajari di sekolah-sekolah dalam kelas kesenian musik.

Terjadi perbedaan pendapat mengenai asal daerah Pianika, pendapat pertama menyatakan Pianika berasal dari negara spanyol dan pendapat kedua menyebutkan Pianika berasal dari bahasa Italia.

Kamis, 17 Desember 2020

Kelas Literasi Virtual di Kegiatan Class Meeting Sekolah

Selama 2 hari dengan jadwal berbeda di tiap levelnya. Perpustakaan SMP Fastabiqul Khairat dibantu segenap guru dan karyawan. mengadakan kegiatan Kelas Literasi dengan target menerbitkan buku di tiap level.  Pelaksanaan daring dilakukan menggunakan Google meet dan diikuti sebanyal ± 200 Siswa(i) SMP Fastabiqul Khairat.

Tema Kegiatan yang diusung adalah Asyiknya Literasi. Tujuan dari kegiatan ini sendiri adalah :

  1. Membantu siswa mudah mencari ide membuat karya literasi
  2. Membuka wawasan siswa perihal ragam literasi digital
  3. Mengaktifkan siswa memanfaatkan ePustaka SMP Fastabiqul Kharat

Manfaat dari Kegiatan ini adalah : 
  1. Perpustakaan digital dapat diakses melalui smartphone dan PC.
  2. Ragam Literasi dapat digunakan untuk membuat karya literasi
  3. Karya yang dihasilkan mudah diakses sepanjang hari, sepanjang masa, sepanjang hayat dan memungkinkan bentuk karya literasi baru.
  4. Smartphone sebagai media pembelajar generasi milenial

Rabu, 16 Desember 2020

Mengenal Rumah Adat Joglo Suku Jawa dan Makna Arsitekturnya

 Sumber : Tirto.id


Ilustrasi Rumah Joglo. foto/IStockphoto
Oleh: Versatile Holiday Lado - 20 Januari 2021
Dibaca Normal 2 menit

tirto.id - Rumah Adat Joglo merupakan salah satu jenis rumah tradisional suku Jawa yang menjadi cermin nilai budaya yang masih amat jelas nampak dalam perwujudan bentuk, struktur, tata ruang dan ragam hiasnya.

Rumah Adat Jawa ini bukan sekedar hunian. Orang Jawa umumnya memandang Joglo sebagai mahakarya arsitektur tradisional Jawa dan menganggapnya sakral di Jawa.

Dikutip dari jurnal MUDRA oleh Slamet Subiyantoro yang berjudul "The Interpretation of Joglo Building House Art in the Javanese Culture Tradition", bangunan tradisional Jawa merupakan tempat kegiatan dan kehidupan penguasa atau rata.

Apa yang terwujud dalam bangunan tidak lain adalah simbol yang merepresentasikan prespektif penduduknya.

Selain itu, nilai estetika juga terwujud dalam bangunan Joglo di mana merupakan perwujudan Arsitektur Jawa yang paling ideal dan sempurna.
Pada dasarnya bangunan Joglo berdenah persegi empat dan cenderung hampir bujur sangkar serta hanya memilki empat tiang atau pilar utama yang masing-masing mewakili arah angin, barat-utara-selatan-timur.

Selasa, 15 Desember 2020

Rumah Tambi (Sulawesi Tengah)

Sumber : Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Rumah Tambi
 adalah rumah adat atau rumah tradisional dari provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Rumah adat ini berbentuk panggung yang atapnya sekaligus berguna sebagai dinding. Rumah Tambi merupakan rumah bagi suku Kaili dan suku Lore yang umumnya merupakan rumah penduduk setempat serta beberapa wilayah di Sulawesi Tengah menjadikan rumah ini sebagai rumah bagi kepala adat.[1] Yang membedakannya adalah jumlah anak tangga untuk menaiki rumah, di mana rumah Tambi yang digunakan sebagai rumah kepala adat jumlah anak tangganya ganjil, sedangkan untuk penduduk biasa anak tangganya berjumlah genap. Alas rumahnya terdiri dari balok-balok yang disusun, sedangkan pondasinya terdiri dari batu alam. Tangga untuk naik tersebut terbuat dari daun rumbia atau daun bambu yang dibelah dua.[2]

Minggu, 13 Desember 2020

Alat Musik Kolintang


Kolintang atau Kulintang  merupakan alat musik tradisional khas Minahasa. kulintang adalah alat musik Berbahan dasar kayu, namun jika dipukul akan menghasilkan bunyi-bunyi yang nyaring dan merdu. Bunyi yang dihasilkan dapat mencapai nada-nada tinggi maupun rendah. Jenis kayu yang digunakan untuk membuat kolintang adalah kayu telur, bandaran, wenang, kakinik atau jenis kayu lain yang ringan tetapi bertekstur padat dan serat kayunya tersusun rapi membentuk garis-garis horizontal. yang terdiri dari barisan gong kecil yang diletakkan mendatar. Alat musik ini dimainkan dengan diiringi oleh gong tergantung yang lebih besar dan drum. Kolintang merupakan bagian dari budaya gong Asia Tenggara, yang telah dimainkan selama berabad-abad di Kepulauan Melayu Timur - Filipina, Indonesia Timur, Malaysia Timur, Brunei, dan Timor.[6] Alat musik ini berkembang dari tradisi pemberian isyarat sederhana menjadi bentuk seperti sekarang.[5] Kegunaannya bergantung pada peradaban yang menggunakannya. Dengan pengaruh dari Hindu, Buddha, Islam, Kristen, dan Barat, Kulintang merupakan tradisi gong yang terus berkembang. 

Di Indonesia, Kolintang dikenal sebagai alat musik perkusi bernada dari kayu yang berasal dari daerah Minahasa Sulawesi Utara. Kayu yang dipakai untuk membuat Kolintang adalah kayu lokal yang ringan namun kuat seperti kayu Telur (Alstonia sp),kayu Wenuang (Octomeles Sumatrana Miq),kayu Cempaka (Elmerrillia Tsiampaca),kayu Waru (Hibiscus Tiliaceus), dan sejenisnya yang mempunyai konstruksi serat paralel. Nama kolintang berasal dari suaranya: tong (nada rendah), ting (nada tinggi) dan tang (nada biasa). Dalam bahasa daerah, ajakan "Mari kita lakukan TONG TING TANG" adalah: " Mangemo kumolintang". Ajakan tersebut akhirnya berubah menjadi kata kolintang.

Kata “kolintang” berasal dari bunyi “tong” untuk nada rendah, “ting” untuk nada tinggi, dan “tang” untuk nada tengah. Dahulu, orang Minahasa biasanya mengajak bermain kolintang dengan mengatakan "Mari kita ber Tong Ting Tang" atau dalam bahasa daerah Minahasa "Maimo Kumolintang". Dari kebiasaan itulah muncul istilah "kolintang”.

Alat musik kolintang pada awalnya hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer di atas kedua kaki pemainnya yang duduk di tanah, dengan posisi kedua kaki lurus ke depan. Dari waktu ke waktu, penggunaan kaki pemain diganti dengan dua batang pisang. Sementara peti resonator baru mulai digunakan sejak kedatangan Pangeran Diponegoro di Minahasa pada tahun 1830.

Dahulu, kolintang hanya terdiri dari satu melodi yang terdiri dari susunan nada diatonis, dengan jarak nada dua oktaf. Sebagai pengiring, digunakan alat-alat musik bersenar seperti gitar, ukulele dan bas. Namun pada tahun 1954, kolintang sudah memiliki jarak nada dua setengah oktaf dan masih tetap memiliki susunan nada diatonis. Pada tahun 1960, berkembang lagi hingga mencapai tiga setengah oktaf dengan nada 1 kres, naturel, dan 1 mol. Dasar nadanya masih terbatas pada tiga kunci (naturel, 1 mol, dan 1 kruis), jarak nadanya berkembang lagi menjadi empat setengah oktaf dari F sampai dengan C.

Penanggung Jawab Ruang Musik : Bapak Kus Elmi