Penerjemah

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Cari Postingan

Kamis, 16 Oktober 2025

Bedah Buku dan Dialog Inklusif: Merajut Kisah, Kata, dan Cinta dalam Literasi Inklusif

 

Samarinda — Kegiatan Bedah Buku dan Dialog Inklusif “Kisah, Kata, dan Kita: Literasi Inklusif untuk Semua”. Kegiatan ini menjadi ruang perjumpaan hangat antara dunia pendidikan, akademik, dan masyarakat dalam menumbuhkan semangat literasi yang merangkul keberagaman.

Melalui kegiatan ini, kolaborasi antara perpustakaan sekolah, perguruan tinggi, dan masyarakat semakin erat. Kolaborasi tersebut tidak hanya memperkuat ekosistem literasi inklusif di Samarinda, tetapi juga menjadi langkah nyata dalam mengikuti Lomba Apresiasi Kegiatan Kolaboratif Perpustakaan sebagai bagian dari praktik baik hasil pelatihan yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Kegiatan Bedah Buku dan Dialog Inklusif “Kisah, Kata, dan Kita: Literasi Inklusif untuk Semua” diawali dengan sambutan dari Manajer Pengembangan Perpustakaan Fastabiqul Khairat, Bapak Drs. Joko Wahyono, M.Pd. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada kedua penulis, Irma Riana dan Yanda Yono, yang telah menghadirkan karya inspiratif tentang perjuangan dan semangat anak-anak berkebutuhan khusus.

Beliau juga memberikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh panitia dan pihak pendukung yang telah bekerja keras sehingga kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik. Menurutnya, kegiatan ini merupakan bukti bahwa sinergi antara perpustakaan sekolah, perguruan tinggi, dan masyarakat mampu menghadirkan ruang literasi yang inklusif dan bermakna. “Literasi bukan hanya soal membaca dan menulis, tetapi juga tentang memahami perbedaan dan merangkai empati melalui kisah,” ujar Joko dengan penuh semangat.

Sambutan berikutnya disampaikan oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Timur, Ibu Anita Natalia Krisnawati, S.STP, M.Si. Beliau mengungkapkan rasa bahagia dan bangganya atas terwujudnya kolaborasi antarperpustakaan ini. Menurutnya, kegiatan ini merupakan langkah nyata dalam memperkuat ekosistem literasi inklusif di Kalimantan Timur, di mana sekolah, perguruan tinggi, dan masyarakat berjalan beriringan.

“Kolaborasi ini menjadi contoh praktik baik bahwa literasi dapat menyatukan perbedaan dan membuka ruang bagi semua untuk tumbuh bersama,” tutur Anita mengakhiri sambutannya dengan penuh apresiasi.

Kegiatan yang digelar di Samarinda ini menghadirkan dua penulis inspiratif yang dekat dengan lingkungan sekolah Fastabiqul Khairat, serta satu pemateri dari Universitas Mulawarman. Mereka berbagi kisah nyata dan refleksi mendalam tentang makna inklusivitas, empati, serta peran literasi dalam membuka mata dan hati terhadap keberagaman kemampuan anak-anak di sekolah.

Penulis pertama, Irma Riana, seorang orang tua siswa SD Fastabiqul Khairat, mempersembahkan karyanya yang menyentuh berjudul “Saat Dunia Retak dan Langit Tak Lagi Biru.” Buku ini merekam perjalanan seorang ibu dalam menerima kenyataan bahwa anaknya berada dalam spektrum autisme. Dengan bahasa yang lembut namun kuat, Irma mengajak pembaca menelusuri kisah perjuangan, cinta, dan harapan seorang orang tua Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Kisahnya menjadi cermin bagi banyak keluarga untuk lebih memahami bahwa setiap anak memiliki dunia dan cara berkomunikasi yang unik.

Sementara itu, Yanda Yono, guru SD Fastabiqul Khairat, turut menghadirkan bukunya “Melukis di Udara”, yang menggambarkan pengalaman anak-anak berkebutuhan khusus dalam berinteraksi di lingkungan sekolah. Buku ini menyuarakan semangat anak-anak dalam menghadapi tantangan sosial dan penerimaan diri, serta menyoroti pentingnya peran guru dan lingkungan sekolah yang inklusif. Melalui tulisannya, Yanda mengingatkan bahwa pendidikan sejati bukan hanya soal pelajaran di kelas, tetapi tentang bagaimana kita memahami manusia secara utuh.

Rangkaian kegiatan semakin bermakna dengan hadirnya sesi Dialog Inklusif yang dimoderatori oleh Ibu Ayunda Ramadhani, S.Psi., dosen dari Universitas Mulawarman. Diskusi ini memperluas perspektif peserta terhadap literasi inklusif, mengaitkannya dengan kajian akademik dan praktik lapangan. Ayunda menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menciptakan ruang literasi yang ramah bagi semua kalangan.

Tidak hanya diskusi dan refleksi, kegiatan ini juga diramaikan dengan Showcase Karya yang menampilkan hasil kreativitas siswa ABK SMA Fastabiqul Khairat. Karya-karya tersebut menjadi bukti nyata bahwa inklusivitas bukan sekadar wacana, melainkan praktik nyata yang dapat tumbuh dari ruang literasi.

Suasana kegiatan semakin semarak dengan penampilan Tari dari siswa SD Fastabiqul Khairat serta pertunjukan musik Sape dari Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Perpaduan seni dan literasi ini menjadi simbol keterlibatan masyarakat dalam mendukung budaya inklusif dan keberagaman ekspresi.

Kegiatan “Kisah, Kata, dan Kita” bukan sekadar bedah buku, tetapi gerakan kecil yang membawa pesan besar: bahwa literasi sejati adalah literasi yang memanusiakan, merangkul semua, dan membuka jalan menuju masyarakat yang lebih empatik dan inklusif.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar