Penerjemah

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Cari Postingan

Senin, 04 Januari 2021

Rumah Adat Sulawesi Selatan (Balla Lompoa)

 Sumber : Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Loncat ke navigasi

Loncat ke pencarian
Balla Lompoa tampak dari depan

Balla Lompoa adalah istana kediaman raja Gowa, secara harfiah berarti rumah besar. Balla Lompoa berada di tengah Kota SungguminasaKabupaten GowaProvinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di Jalan Sultan Hasanuddin No 48. Lokasi itu merupakan situs budaya dalam sebuah komplek yang luasnya sekitar tiga hektar. Di bagian belakangnya terdapat tembok batu alam yang tebal dan pintu kayu yang lebar dan kokoh, sedangkan di bagian depannya berpagar permanen yang rendah dan halaman yang terbuka. Di samping bangunan Balla Lompoa terdapat bangunan Istana Tamalate yang ukurannya jauh lebih besar yang dibangun pada era kepemimpinan Bupati Gowa Syahrul Yasin Limpo pada tahun 1980-an. Lokasi Balla Lompoa berjarak kurang lebih 3 kilometer dari Kota Makassar. Arus lalu lintas ke lokasi itu sangat lancar karena berada di jalur yang dilewati pete-pete (angkot). Kawasan ini berada di empat persimpangan jalan, sehingga akses untuk memasuki lokasi tersebut dapat melalui ke empat pintu gerbang. Pintu gerbang utama berada di jalan KH. Wahid Hasyim, pintu gerbang kedua berada di bagian belakang Balla Lompoa yaitu Jalan Andi Mallombassang, pintu gerbang ketiga berada di Jalan Habibu Daeng Kulle dan pintu gerbang keempat berada di Jalan A. Baso Erang.[1]

Balla lompoa dibangun tahun 1936 setelah diangkatnya Raja Gowa XXXV I Mangimangi Daeng Matutu, Karaeng Bontonompo yang bergelar Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin. Balla lompoa adalah kediaman raja sekaligus sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Gowa. Pembangunan istana dan pusat kegiatan pemerintahan dilakukan sebagai penolakan terhadap salah satu ayat Perjanjian Bungaya yang menyatakan bahwa gerbang-gerbang dan tembok pertahanan raja Gowa harus dimusnahkan dan raja Gowa tidak boleh lagi mendirikan bangunan tanpa izin kompeni. Raja Gowa tidak boleh mendirikan perkampungan, rumah dan sebagainya sampai jauhnya satu hari perjalanan dari pinggir laut, juga dilarang mendirikan benteng-benteng atau kubu-kubu pertahanan. Yang dipertahankan oleh Belanda hanya Benteng Ujung Pandangang kemudian berganti nama menjadi Fort Rotterdam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar